Analisa UU Republik Indonesia No 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (pasal 27)
Indonesia
merupakan Negara berkembang yang mulai memanfaatkan media informasi dan
komunikasi khususnya internet sebagai media komunikasi, transaksi elektronik
dan lain sebagainya. Bisa dikatakan hamper setiap kegiatan yang dilakukan
manusia tidak terlepas dari media elektronik. Maka dari itu dibuatlah
undang-undang No.11 tahun 2008 pada tanggal 25 Maret 2008. Undang-undang ini
bertujuan untuk menjawab pemasalahan hokum yang sering dihadapi misalnya dalam
hal penyampaian informasi, komunikasi dan transaksi secara elektronik.
Sedikit
kita spesifikasikan pembahasan kita tentang salah satu pasal yang terdapat di
UU No.11 tahun 2008 yaitu pasal 27 mengenai perbuatan yang dilarang yang
berisi:
1. Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
2. Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
3. Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran namabaik.
4. Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
Sebelum
kita membahas tentang kasus kasus yang berkaiatan dengan UU No.11 tahun 2008
pasal 27 terlebih dahulu kita coba untuk menganalisis pasal 27 ini. Seperti
yang disebutkan diatas bahwa undang-undang ini dibuat untuk menyelesaikan
permasalahanpermasalahn hokum yang berhubungan dengan media elektronik. Namun
yang jadi pertanyaan disini apakah undang-undang ini sudah diketahui oleh
seluruh masyarak Indonesia terutama pengguna media elektronik??. Undang-undang
ini juga sedikit berlawanan arah dengan undang-undang yang mengatur tentang
kebebasan berpendapat. Masyarakat menjadi tidak bebas berekspresi dan
mengeluarkan pendapatnya karena takut melakukan kesalahan . Di dalam pasal 27
ini terdapat 2 unsur yaitu unsur objektif dan unsur sebjektif. Unsur objektif
dalam pasal tersebut adalah:
1. Perbuatan,
seperti mendistribusikan, mentranmisikan
2. Melawan
hokum, yaitu yang dimaksud dengan “tanpa hak”.
3. Objeknya
dalah informasi elektronik atau dokumen elektronik yang memuat penghinaan atau
pencemaran nama baik.
Sedangkan
untuk unsur subjektif adalah berupa kesalahan, yaitu yang dimaksud dengan
“dengan sengaja”.
Salah
satu contoh kasus mengenai UU No.11 tahun 2008 pasal 27 adalah kasus video
porno Ariel yang terjadi di awal juni, tepatnya 3 juni 2010. Ariel yang sudah
di tetapkan sebagai tersangka dan terancap mendapatkan pasal berlapis karena
secara sadar mendokumentasikan hubungan intim yang kemudian tersebar dan
menjadi tidakan asusila, dengan hukuman minimal 6 tahun penjara. Beberapa fakta
yang ditemui dalam kasus ini yaitu:
-
Video porno ini beredar pada tanggal 3
juni dan diunggah pertama kali oleh reza rizaldy yang merupakan sisten music editor
ariel
-
Video ini diambil dari laptop pribadi
milik ariel
-
Cut tari selaku salah satu orang yang
terdapat dalam video tersebut telah mengakui bahwa itu memang dirinya
-
Ariel berpendapat bahwa video tersebut
merupakan video pribadi
Dari
beberapa fakta yang ditemukan tersebut apakah bisa dikatakan bahwa ariel
melakukan tindak pidana yang terdapat dalam pasal 27 ayat 1 jo pasal 45 ayat 1
UU RI No.11 tahun 2008 ITE?
Meskipun
Ariel bukan penyebar video, ia dapat dihukum dengan menggunakan UU pornografi,
karena dianggap telah menjadi pelaku penyebaran pornografi, dalam kerangka
menjadi sebab utama adanya peristiwa itu, meskipun UU itu menyatakan tidak
berlaku surut. Hal yang perlu diperhatikan bahwa terjadinya pornografi adalah
bukan pada saat terjadi pezinahan, tetapi pada saat terjadinya penyebaran
perzinahan tersebut, yaitu pada bulan Juni 2010.
Kasus Ariel mempunyai akibat sosial yang
sangat luas, hal itu bisa dibuktikan dengan pemberitaan media masa mengenai
berkembangnya kasus tersebut menjadi perusak Moral remaja dan anak-anak, ribuan
keping video telah terjual, kemudian beredarnya video tersbut pada telepon
genggam para pelajar. Bagi masyarakat bukti tersebut merupakan hal yang cukup
untuk melakukan tindakan hukum, yaitu mengadili pelakunya melalui peradilan
yang memperhatikan fakta sosial sebagai sumber hukum, tidak hanya memperhatikan
bunyi pasal Undang-undang.
Hal tersebut juga berkaitan dengan
pemaknaan dan pemahaman (verstehen) apakah tindakan Ariel merupakan tindakan
sosial ataukah tindakan individual. Menurut Max weber pemahaman terhadap
tindakan sosial dilakukan dengan meneliti makna subyektif yang diberikan
individu terhadap tindakannya, karena manusia bertindak atas dasar makna yang
diberikannya pada tindakan tersebut. Dalam kenyataannya, terhadap penyerahan
diri Ariel kepada polisi, kemudian pengakuan dan permohonan maaf Cut Tari
kepada publik, secara implisit bisa dimaknai bahwa mereka telah melakukan
tindakan yang asosial, tindakan merusak tatanan masyarakat. Tindakan ini adalah
makna subyektif yang dimaksudkan Max Weber dimana pemaknaan merubah tindakan
individu menjadi tindakan sosial. Dengan demikian mau tidak mau hukum harus
memperhatikan kasus ini sebagai kasus sosio kultural, yang berhubungan dengan
pelanggaran terhadap nilai-nilai sosio kultural masyarakat Indonesia.
Selanjutkan
kita melihat kasus ini dari sisipandangan Islam. Dalam Al-qur’an dikatakan
bahwa semua orang muslim percaya bahwa berzina adalah dosa besar dan dilarang
oleh Allah. Allah berfirman: “dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang
lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan
(alas an) yang benar dan tidak berzina.” (QS. Al-Furqaan : 68). Dari ayat
berikut bisa kita lihat bahwa kasus ariel tersebut tergolong dosa besar. Wajar
bila kita sebagai umat islam merasa malu dan marah akan kasus tersebut. ditambah
dengan panasnya berita yang dikabarkan oleh infotaiment infotaiment yang
semakin membuat berita tersebut tersebar luas serta memancing berbagai pihak
mengeluarkan pendapat bahkan cacian terhadap pelaku. Dari sini sangat
disayangkan bagi umat islam, di Al-Qur’an di sebutkan dalam surat an Nur 23-
25. Allah Ta'ala juga berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang
menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka
kena la'nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar, pada hari
(ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa
yang dahulu mereka kerjakan. Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yag
setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allah-lah yang Benar,
lagi Yang menjelaskan (segala sesutatu menurut hakikat yang sebenarnya),"
(an-Nuur: 23-25).
Pada prinsipnya, menuduh seseorang
berbuat zina itu tetaplah terlarang. Okelah, katakanlah Luna, Cut Tari, atau
Ariel bukanlah seorang muslim-muslimah yang taat sekalipun, tidak berarti
mereka boleh untuk difitnah-fitnah berbuat zina begitu saja. bisa kita
bayangkan sendiri jika kita ikut-ikutan menyebarkan informasi bahwa ketiga
artis itu berbuat zina, maka kita bisa terkena ancaman Allah pada surat An Nur
di atas. Bukankah Allah memerintahkan agar menutup aib saudara kita seburuk
apapun -selama hal itu bukanlah sebuah kekufuran atau kesyirikan- “Sesungguhnya
orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang keji itu tersiar dikalangan
orang-orang yang beriman, bagi mereka adzab yang pedih di dunia dan akhirat.
Dan Alleh mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahui.” (An Nur : 19).
Oleh karena itu sebagai warga
Negara Indonesia, pengguna media elektronik serta umat Islam yang baik kita
dituntut untuk bisa memilah-milah sesuatu yang bermanfaat dan baik untuk
dirisendiri orang lain maupun kelompok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar